Jumat, 02 Desember 2011

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM PENGATURAN DIET DENGAN KEPATUHAN DIET PADA LANSIA YANG MENDERITA DIABETES MILITUS DI RW 07 KELURAHAN BALE ARJOSARI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Masalah kesehatan anggota keluarga saling terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan mempengaruhi pelaksanaan dari fungsi-fungsi keluarga tersebut.
Kecenderungan peningkatan populasi lansia tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus terutama peningkatan kualitas hidup mereka agar dapat mempertahankan kesehatannya. Pemerintah telah merumuskan berbagai peraturan dan perundang-undangan, yang diantaranya seperti tercantum dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dimana pada pasal 19 disebutkan bahwa kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif, serta pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Oleh karena ini berbagai upaya dilaksanakan untuk mewujudkan masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif untuk usia lanjut (Grahacendikia,
Di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lansia meningkat menjadi 9,99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.000 jiwa). Dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29.120.000 lebih) dengan umur harapan hidup 70-75% tahun. (Nugroho W, 2000). Pada tahun 1980 menurut surve angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 akan menurun menjadi 12,30% (Depkes RI. 1992). Jumlah penduduk Jawa Timur mencapai 36,058,107 jiwa. Jumlah lansia di Jawa Timur mencapai 2,971,004 jiwa (BPS, 2011) dan di Kota Malang mencapai 433,912 jiwa orang (DinKes Kota Malang, 2010).
Proses menua dapat dipengaruhi masalah fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Kemunduran pada peranan-peranan sosial, hal ini dapat mempengaruhi berkurangannya interaksi dengan lingkungan (Nugroho. W, 2000).
Secara umum, masalah yang terjadi pada lansia meliputi masalah kesehatan fisik, kesehatan jiwa dan sosial ekonomi. Masalah kesehatan yang paling ditemui pada lansia adalah penyakit kronis yang kadang timbul secara akut dan akan diderita sampai meninggal. Salah satu penyakit kronis yang sering ditemukan pada lansia adalah diabetes mellitus (DM). Pada DM, terjadi paparan hiperglikemia kronik yang akan menyebabkan terjadinya komplikasi baik mikro maupun makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler yang biasa terjadi pada penderita DM adalah penyakit nefropati diabetik. Kejadian nefropati diabetik ini akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas akibat gagal ginjal terutama di kalangan lansia (Gambert dan Pinkstaff 2006; Masharahi et al, 2007).
Meningkatnya prevalensi Diabetes Melitus di beberapa negara berkembang, akibatnya kemakmuran di negara bersangkutan akhir-akhir ini banyak disoroti. Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes, yang juga merupakan lima dari sepuluh penyebab utama kematian berkaitan dengan stres karena perencanaan makan. Selain itu kurangnya peran serta keluarga dalam penatalaksanaan Diet DM terutama dalam mengatasi stress pada pasien Diabetes melitus (Soegondo, 2002).
Di Indonesia menurut Askandar Tjokroprawiro (1994) jumlah penderita Diabetes Mellitus minimal lima juta, tahun 2000 menjadi empat juta dan tahun 2010 menjadi minimal lima juta. Jumlah penderita Diabetes Mellitus di kota Malang dan jawa timur sangat besar. Angka kekerapan DM di kota madya Malang  yang penduduknya berjumlah tiga juta adalah sebagai berikut umur 6 sampai 20 tahun adalah 0,26% umur 20 atau lebih 1,43%, umur 40 tahun atau lebih adalah 4,16% (Tjokroprawiro, 2002).
Pada penelitian yang lebih spesifik pada penderita Diabetes Mellitus didapat bahwa 75% penderita Diabetes Mellitus tidak mematuhi diet yang dianjurkan, sehingga banyak ditemukan penderita Diabetes Mellitus yang mengalami keadaan status gizi kurang (Sugondo, 2004). Kurangnya perhatian keluarga terhadap lansia penderita Diabetes Mellitus dalam hal pola makan akan mempengaruhi timbulnya penyulit akibatnya komplikasi Diabetes Mellitus mudah terjadi. Karena sifat penyakitnya yang kronik dan bisa mengenai seluruh tubuh memerlukan pendekatan multidisipiliner, ini berarti bahwa pengelolaan DM harus melibatkan berbagai pihak baik tenaga medis atau paramedis : pasien dan keluarganya, masyarakat. Terutama pada fase pemulihan umumnya dengan DM kronis sudah merasa sembuh dan bosan akan jadwal pengobatannya, dalam hal ini tindakan terhadap faktor psikologi amat membantu penyelesaian masalah DM dan penerapan pola diet sehari-hari sangat penting dilakukan atas dukungan atau motivasi dari keluarga. Untuk itu peran keluarga sangat penting karena keluarga dapat mengenal masalah, dapat mengambil keputusan, melakukan pengebotan pada anggota yang sakit, mempertahankan suasana lingkungan rumah dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dan keluarga juga harus dapat memberikan motivasi pada penderita agar penyakitnya tidak bertambah parah. Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 17 Juli 2011 di dapatkan informasi dari kelurahan dan puskesmas yaitu jumlah lansia di kelurahan Bale Arjosari berjumlah 994 jiwa dan khususnya di  RW 07 berjumlah 90 orang dan yang mengalami diabetes millitus di RW 07 sejumlah 20 orang atau sekitar 23%. Selain itu petugas puskesmas menyampaikan peran keluarga dalam merawat pasien Diabetes mellitus kurang, ini ditunjukkan dengan jarang kontrol kepuskesmas. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Peran Keluarga Dalam Pengaturan Diet Dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Yang Menderita Diabetes Melitus” Di kelurahan Bale Arjosari RW 07.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah adalah sebagai berikut yaitu :
Adakah hubungan peran keluarga dalam pengaturan diet dengan kepatuhan diet pada lansia yang menderita Diabetes Mellitus di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kota Malang?
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1  Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan peran keluarga dalam pengaturan diet dengan kepatuhan diet pada lansia yang menderita Diabetes Mellitus di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kota Malang .
1.3.2  Tujuan Khusus
1.3.2.1    Mengidentifikasi peran keluarga dalam pengaturan diet pada lansia yang menderita Diabetes Mellitus di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kota Malang.
1.3.2.2    Mengidentifikasi  kepatuhan diet lansia yang menderita Diabetes Mellitus di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kota Malang.
1.3.2.3    Menganalisis hubungan peran keluarga dalam pengaturan diet dengan kepatuhan diet pada lansia yang menderita Diabetes Mellitus di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kota Malang.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1  Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis, serta dapat dipakai dasar acuan dalam upaya menekan jumlah penderita Diabetes Melitus serta menghindarkan penyakitnya.




1.4.2  Bagi Profesi Keperawatan
Dapat memberi informasi atau gambaran pada peneliti berikutnya yang berkaitan dengan peran keluarga terhadap pengaturan diet pada lansia yang menderita Diabetes Melitus

1.4.3  Bagi Masyarakat
Keluarga dengan anggota keluarga yang menderita diabetes melitus dapat termotivasi untuk memberikan motivasi, edukasi dan fasilitas baik kepada anggota keluarganya ataupun keluarga lainnya.

1.4.4  Bagi Institusi Keperawatan
Dapat menjadi masukan dalam melengkapi konsep-konsep keperawatan yang berkaitan dalam pelaksanan diet pada penderita dibetes melitus.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Konsep keluarga
2.1.1   Definisi
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI,1988).
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing, menciptakan serta memperhatikan kebudayaan (Bailon & Maglaya,1989).
2.1.2   Struktur keluarga
Struktur keluarga menurut Parad dan Kaplan yang didadopsi friedmen dalam Suprajitno (2004) diantranya adalah:
a)      Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya dilingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.
b)      Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga khususnya yang berhubungan dengan kesehatan
c)      Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak dn anggota keluarga yang lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.
d)     Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
2.1.3   Tipe keluarga
Tipe keluarga menurut Suprajitno (2004)
a)      Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b)      Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga yang lain yang masih mempunyai hubungan darah (nenek, kakek).
c)      Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
d)     Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
e)      Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
f)       Orang dewasa (laki-laiak atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone).
g)      Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual cohabiting familly).
h)      Keluarga yang dibentuk oleh orang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).



2.1.4    Ciri-ciri keluarga
Dalam keluarga terdapat ciri-cirinya antara lain : keluarga merupakan suatu unit terkecil yang diikat dalam tali perkawinan, terdapat hubungan darah ikatan batin, bertanggung jawab masing-masing anggota keluarga, pengambilan keputusan, bekerja sama antara anggota keluarga, saling berkomunikasi antara anggota keluarga, dan tinggal dalam satu rumah (Effendy, 1998).
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit klien. Umumnya keluarga meminta bantuan kepada tenaga kesehatan apabila mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarananya (Bailon dan Maglaya, 1999).
Bertolak dalam hal ini maka focus perawatan keluarga bukan hanya memulihkan keadaan tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut. Tingkat pengetahuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes melitus ditinjau dari 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga adalah :
1)      Mengenal masalah
2)      Mengambil keputusan, tindakan kesehatan
3)      Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4)      Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
5)      Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada (Effendy, 1998)
Tujuan utama dari keperawatan keluarga adalah meningkatkan kesehatan dan tindakan preventif khusus dirancang untuk menjaga orang bebas dari penyakit dan cidera (pencegahan primer), deteksi dini, diagnosa dan pengobatan (pencegahan sekunder) dan penyembuhan dan rehabilitasi (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan keluarga ditingkatkan secara optimal (Friedman, 1998).
2.1.5    Faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga sebagai berikut :
1)      Kelas sosial
Fungsi kehidupan dalam hubungan dengan peran keluarga sudah tentu dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan yang ada pada keluarga. 
2)      Bentuk-bentuk keluarga
Tipe atau bentuk dalam keluarga sangatlah besar pengaruhnya terhadap struktur peran keluarga karena dengan banyak anggota keluarga atau sebaliknya, dapat menggambarkan hubungan dengan pengaturan peran yang unik dan stres yang timbul dari peran. 
3)      Latar belakang keluarga
Norma dan nilai sangatlah mempengaruhi bagaimana peran dilaksanakan dalam sebuah keluarga tertentu, pengetahuan tentang inti dari nilai kebiasaan dan tradisi sangat penting untuk menginterpretasikan apakah peran keluarga dalam sebuah keluarga cocok atau tidak.

4)      Tahap siklus kehidupan keluarga
Dalam suatu keluarga secara substansial cara yang digunakan oleh keluarga dalam melaksanakan bebeda-beda dari satu tahap siklus kehidupan keluarga ke tahap yang lain.
5)      Model-model peran
Kita dapat menemukan kehidupan awal keluarga ketika seseorang individu mempelajari perannya dari teman atau rekan serta pengalaman awal itu (Friedman, 1998).
2.1.6    Peran keluarga
Peran keluarga adalah sebagai berikut :
1)   Motivator
Keluarga sebagai penggerak tingkah laku atau dukungan ke arah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan anggota keluarga yang sakit sangat membutuhkan dukungan dari keluarga.
2)      Edukator
Dalam hal ini dapat diartikan sebagai upaya keluarga dalam memberikan pendidikan kepada anggota keluarga yang sakit. Untuk itu agar keluarga dapat menjadi sumber yang efektif maka pengetahuan keluarga tentang kesehatan khususnya bagaimana peran keluarga dalam pelaksanaan diet DM.
3)   Fasilitator
Sarana yang dibutuhkan keluarga yang sakit dalam memenuhi kebutuhan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu, diharapkan keluarga selalu menyiapkan diri untuk membawa anggota keluarga yang sakit untuk memfasilitasi penderita DM yang dihadapi penderita dengan memberikan nutrisi yang disenangi penderita tetapi sesuai dengan diet penderita. Keluarga mempunyai sarana peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga dan bukan individu sendiri mengusahakan tercapainya tingkat kesehatan yang diinginkan (Friedman, 1998).
Untuk selanjutnya peneliti mengadopsi peran keluarga dari teori friedman digunakan untuk pelaksanaan diet pada klien dengan diabetes mellitus.

2.2  Kepatuhan
2.2.1   Definisi
Menurut Sackett dalam Niven, kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan ( Niven N, 2002). Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat aturan pengobatan yang ditetapkan mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan. Kepatuhan juga merupakan tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet , kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Sikap perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan,identifikasi, kemudian menjadi internalisasi.



2.2.2   Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan :
  1. Faktor internal 
1.      Pengetahuan
 Semakin tinggi tingkat pengetahuan individu maka semakin mudah individu yang bersangkutan untuk dapat menerima informasi atau saran dari luar. Informasi itu dapat berbentuk sebuah penyuluhan atau leaflet  yang diberikan oleh professional kesehatan guna untuk meningkatkan pengetahuan tentangkesehatan. Dengan pengetahuan yang semakin tinggi dapat menstimulasi motivasi dan meningkatkan motivasi untuk meningkatkan ketaatan ( Niven N, 2002 ).
2.      Sikap
Sikap individu terhadap program pengobatan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan individu sendiri. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka sikap individu semakin terbuka dengan penatalaksanaan penyakit yang sedang di derita. Sikap tersebut dapat ditujukan dengan mematuhi program penatalaksanaanm pengobatan yang telah ditetapkan oleh professional kesehatan (Niven. N, 2002).
b.      Faktor eksternal
1.      Dukungan keluarga
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat prefentif dan secara bersama - sama merawat anggota keluarga yang sakit karena keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang paling dekat hubungannya dengan penderita. Dengan adanya  dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan penderita dalam penatalaksanaan diet ( Niven. N, 2002).

2, Dukungan professional kesehatan
Dukungan professional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya tehnik komunikasi.Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh mematuhi keberadaan praktek kesehatan yang positif. Dengan semakin, seringnya keluarga menangani masalahkesehatan sehingga dukungan keluarga lebih siap untuk diberikan (Marylin, 1998).
2.2.3 Kepatuhan Penderita DM Mengikuti Anjuran Pogram Diet
   Kepatuhan yaitu tingkat/derajat dimana penderita DM mampu melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya (Smet, 1994). Kepatuhan merupakan tingkat dimana perilaku seseorang sesuai dengan saran praktisi kesehatan. Kepatuhan mengacu pada proses dimana seorang penderita DM mampu mengasumsikan dan melaksanakan beberapa tugas yang merupakan bagian dari sebuah regimen terapeutik. Kepatuhan seseorang terhadap suatu regimen terapi bergantung pada berbagai variabel seperti umur, pendidikan, tingkat ekonomi, kompleksitas terapi dan kesesuaian penderita DM dengan program tersebut serta
nilai-nilai penderita DM mengenai kesehatan. Kemampuan penderita DM untuk mengontrol kehidupannya dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan. Seseorang yang berorientasi pada kesehatan cenderung mengadopsi semua kebiasaan yang dapat meningkatkan kesehatan dan menerima regimen yang akan memulihkan kesehatannya. Orang yang melihat penyakit sebagai kelemahan akan menyangkal penyakit atau hadirnya penyakit itu. Pengingkaran ini dapat mempengaruhi terjadinya ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan merupakan salah satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an sudah mulai diteliti di negara-negara industri. Secara umum, ketidakpatuhan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat memperpanjang atau memperburuk penyakit yang sedang diderita (Smet, 1994).
Mematuhi program diet/pola makan adalah hasil dari proses perubahan perilaku. Perilaku yang menetap memerlukan motivasi dan keyakinan yang kuat. Penderita DM mungkin saja memiliki pengetahuan mengenai suatu prosedur pengobatan, tetapi tidak berkemauan dan tidak mampu melaksanakannya karena adanya reaksi negatif terhadap kondisi/cara perawatan penyakit (Smet, 1994).

2.3  Diit DM
2.3.1    Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Komposisi energi adalah 60-70% dari karbohidrat, 10-15% dari protein dan 20-25% dari lemak.
1)      Kebutuhan kalori orang Diabetes
Kalori / kg Berat Badan Ideal
Dewasa
Kerja santai
Sedang
Berat
Gemuk
25
30
35
Normal
30
35
40
Kurus
35
40
40-50

2)      Perhitungan berat badan idaman dengan menu brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :
Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm harus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
3)      Faktor yang menentukan kebutuhan gizi
(1)   Jenis kelamin
Kebutuhan kalori wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka 25 kal / kgBB untuk wanita dan angka 30 kal / kgBB untuk pria.
(2)   Umur
Untuk bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada dewasa. Dalam tahun pertama bisa mencapai                  112 kg/kgBB. Umur 1 tahun membutuhkan lebih dari 1000 kalori dan selanjutnya pada anak-anak lebih dari satu tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya. Penurunan kebutuhan kalori di atas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40 dan 59 tahun. Sedangkan untuk 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, di atas 70 tahun dikurangi 20%.
(3)   Aktivitas fisik
Jenis aktivitas fisik dikelompokkan menjadi :
Keadaan istirahat  : Kebutuhan kalori berat ditambah 10%
Ringan                   : Pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan lain-lain. Kebutuhan kalori harus ditambah 20% dari kebutuhan basal.   
Sedang                  : Pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.
Berat                     : Petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, keseluruhan kalori ditambah 40%.
Sangat berat          : Tukang becak, tukang gali, pandai besi. Kebutuhan kalori ditambah 50% dari basal.  
(4)   Kehamilan / laktasi
Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori / hari dan trimester II dan III 350 kalori / hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan 550 kalori / hari.
(5)   Adanya komplikasi
Infeksi, trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikan 1oC.
(6)   Berat badan
Bila kegemukan atau terlalu kurus dikurangi atau ditambah sekitar 20-30% bergantung pada tingkat kegemukan atau kekurusannya.
2.3.2    Gula
Gula dan produk-produk lain dari gula harus dikurangi kecuali pada keadaan tertentu. Misalnya pasien dengan diet rendah protein dan yang mendapat makanan cair, gula boleh diberikan untuk mencukupi kebutuhan kalori, dalam jumlah terbatas aturan penggunaan gula untuk orang dengan DM sama dengan orang normal tidak boleh lebih dari 5% kebutuhan total kalori.
2.3.3    Daftar bahan makanan penukar
Daftar bahan makanan penukar adalah suatu daftar nama bahan makanan dengan ukuran dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama.
Waktu
Bahan makanan penukar
Kebutuhan bahan

Contoh menu
Pagi
Roti
Margarin
Telur
2 iris
½ sdm
1 butir
(1P)
(1P)
(1P)
Roti panggang
Margarin
Telur rebus
Teh panas
10.00
Pisang
1 buah
(1P)
Pisang
Siang
Nasi
Udang
Tahu
Minyak
Sayuran
Kelapa
Jeruk
1 ½ gelas
5 ekor
1 potong
½ sdm
1 gelas
5 sdm
1 buah
(2P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
Nasi, oseng-oseng, udang, tahu, cabe hijau, urap sayuran, jeruk
16.00
Duku
16 buah
(1P)
Duku
Malam
Nasi
Ayam
Kacang merah
Sayuran
Minyak
Apel malang
1 ½ gelas
1 potong
2 sdm
1 gelas
½ sdm
1 buah
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P) (1P)
Nasi, sup ayam + kacang merah, tumis sayuran


Apel
(Soegondo, 2002)

2.4  Diabetes Melitus
2.4.1   Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan keseimbangan kimiawi dalam tubuh yang bisa berpengaruh terhadap sejumlah anggota tubuh lainnya. Kata diabetes berasal dari ungkapan yunani yang berarti “Bocor”. Kata ini mengacu pada peningkatan berkemih dan kehausan yang sering terjadi pada orang yang baru diketahui menderita diabetes atau penyakitnya tidak dirawat (Wise, 2002).
2.4.2   Tanda dan gejala
Gejala dan tanda-tanda penyakit DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronis.
2.4.2.1  Gejala akut
Gejala penyakit DM dari penderita satu ke penderita lainnya tidaklah selalu sama, gejala yang disebutkan di bawah ini adalah gejala yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain. Bahkan ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu, gejala umumnya meliputi : polifagia, polidipsia, poliuria.


2.4.2.2  Gejala kronik
Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala akut, tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap DM. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun, gejala kronik yang sering timbul adalah : kesemutan, kulit terasa panas atau tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, capek, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan lepas, kemampuan seksual menurun bahkan impoten, pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari   4000 gr (Tjokroprawiro, 2002).
2.4.3    Patofisiologi
Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu juga badan memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin, pada manusia bahan bakar itu berasal dari makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak).
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan makanan itu dipecah menjadi bahan dasar makanan itu, karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan akan diserap oleh usus kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar makanan itu harus masuk ke dalam sel supaya dapat diolah di dalam sel.
2.4.4    Klasifikasi etiologi DM menurut ADA (1997) dalam Arif Mansjoer (1999)
2.4.4.1  Diabetes tipe I (IDDM)
Destruksi sel beta umumnya menjurus defisiensi insulin absolut meliputi autoimmune dan idiopathy.
2.4.4.2  Diabetes tipe II (NIDDM)
Bervariasi melalui predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
2.4.4.3  Diabetes tipe lain
1)      Defek genetic fungsi sel beta meliputi : maturity consep diabetes of the young (mody) 1,2,3 dan DNA mitokondria.
2)      Defek genetic kerja insulin
3)      Penyakit eksokrin pankreas meliputi pankreatitis, tumor / pankreotoktomy, neoplasma, cystic fibrosis, hemochromatosis, pankreotipathy, fibrokalkulus.
4)      Endikrinopathy meliputi : akromegali, sindroma cushing, fiokromositoma, hipertiroidism
5)      Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nokotinant, glukokortikoid, hormon tyroid, tiazid, dilantin, interferon alfa.
6)      Infeksi : rubella kongenital dan CMW.
7)      Immunologi : antibodi, anti reseptor insulin.
8)      Syndroma genetic lain : sindrom down, klinefelter, turner, huntingtin, chorea sindroma prader willi.
2.4.4.4  Diabetes kehamilan (gestasional)
Diabetes karena kehamilan ini hanya terjadi ketika hamil saja.
( Sustrani, 2004).
2.4.5    Faktor Resiko
Sudah lama diketahui bahwa diabetes melitus merupakan penyakit keturunan. Artinya bila orang tuanya menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga, hal itu memang benar. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor lain yaitu faktor resiko dan pencetus. Misalnya adanya infeksi virus (DM tipe I), kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang dapat menaikkan kadar gula darah, proses menua, stress dan lain-lain (Sidartawan S, 2002).
2.4.6    Komplikasi
2.4.6.1  Komplikasi akut
Komplikasi akut meliputi koma hipoglikemi, ketoasidosis, koma hiperosmolar nonketotik.
2.4.6.2  Komplikasi kronik
Komplikasi kronik meliputi mikroangiopathy, mengenai pembuluh darah besar : pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak (Mansjoer, 1999).
2.4.7    Penatalaksanaan dengan pendekatan keluarga
Bentuk pelayanan kedokteran dengan pendekatan keluarga yang dapat dilakukan pada praktek yang dilakukan secara mandiri maupun kelompok akan memberikan pelayanan bermanfaat bagi penyembuhan dan penyelesaian masalah DM. Penatalaksanaan pelayanan yang berpusat pada keluarga tidak akan menambah beban namun akan meningkatkan kualitas dan menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemberi pelayanan juga pengguna jasa pelayanan (Sidartawan S, 2002).

2.5  Konsep Lanjut Usia
2.5.1        Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah proses alam yang tidak dapat dihindarkan. Usia lanjut adalah mereka yang berusia diatas 55 tahun (Depkes RI, 1992 dalam Nugroho, 2000).
2.5.2   Batasan usia lanjut
a)      Menurut Organisasi Kesehatan dunia,
Usia lanjut dikelompokkan menjadi usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Wahyudi Nugroho, 2000).
b)      Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohamad dalam Nugroho, (2000).
Periodesasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut :
1)      0-1 tahun adalah masa bayi
2)      1-6 tahun adalah masa prasekolah
3)      6-10 tahun adalah masa sekolah
4)      10-20 tahun adalah masa pubertas
5)      40-65 tahun adalah masa setengah umur (prasenium)
6)      60 tahun keatas adalah masa lanjut usia (senium)
c)      Menurut Dra. Ny. Jos Masdani dalam Nugroho, (2000).
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian.
1)      Pertama masa iuventus adalah usia antara 25 sampai 40 tahun
2)      Kedua masa verilitas adalah usia antara 40 sampai 50 tahun
3)      Ketiga fase praesenium adalah usia antara 55 sampai 65 tahun
4)      Keempat fase senium adalah usia 60 tahun hingga tutup usia
d)     Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro dalam Nugroho, (2000).
Pengelompokan usia lanjut sebagai berikut:
1)      Usia dewasa muda (elderly adulhood) usia 18 atau 20 sampai 25 tahun
2)      Usia dewasa penuh (middle adulhood) atau maturitas usia 25 sampai 60 atau 65 tahun
3)      Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 70-75 tahun (young old), 75-85 tahun (old) dan lebih dari 80 tahun (very old).
e)      Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 dalam Nugroho, (2000).
Pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.
2.5.3        Proses menua (ageing process)
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Nugroho, 1999).
Proses Menua merupakan proses yang terus-menerus (ber­lanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses menua setiap individu pada organ tubuh jugs tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok (Deskripansi). (Nugroho, 1999).
2.5.4    Teori-teori proses menua
Didalam Nugroho (2000) disebutkan bahwa teori proses menua ada tiga macam diantaranya adalah
a)      Teori biologi genetika (teori jam biologic)
Menurut teori ini  proses menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesien tertentu. Setiap spesies mempunyai jam genetik didalam nukleus yang tekah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jadi menurut konsep ini bila jam  kita berhenti, kita akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan, penyakit akhir
b)      Teori biologik nongenetik
1)      Teori radikal bebas
Meningkatnya bahan-bahan radikal bebas sebagai akibat pencemaran lingkungan (asap kendaraan bermotor, radiasi) akan menimbulkan perubahan pada kromosom pigmen dan kolagen. Walaupun ada sistem penangkal namun sbagian radikal bebas terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel semakin lama akan mati
2)      Teori kekbalan
Perubahan jaringan lifoid menyebabkan ketidakseimbangan sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun
c)      Teori psikososial
1)      Teori Aktivitas (Activity Theory)
a)      Ketentuan akan meningkatnya pads penurunan jumlah ke­giatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b)      Ukuran optimum (pola hidup) dilanjurkan pada cara hidup dari lanjut usia.
c)      Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2)      Teori Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh ripe personality yang dimilikinya.
3)      Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga Sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loos), yakni: Kehilangan peran (Loss of Role), Hambatan kontak sosial (Restraction of Contacts and Rela­tion Ships), Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social Mores and Values).
2.5.5        Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah herediter, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress (Wahyudi Nugroho, 2000).
2.5.6        Perubahan yang terjadi pada Lansia
1)      Perubahan fisik
a)      Sel : lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya, berkurangnya cairan tubuh dam berkurangnya cairan intraselular, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, hati dan jumlah sel otak menurun.
b)      Sistem Pencernaan; kehilangan gigi, kemampuan indera pengecap menurun, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan asam lambung menurun, peristaltik menurun. lansia sering mangalami gangguan gigi karena kerusakan gusi, karies pada akar gigi serta tanggalnya beberap gigi. Hal ini mengakibatkan lansia mengalami hambatan dalam proses pengunyahan. Produksi asam ;lambung dan ezim pencernaan akan menghambat proses penyerapan makanan. Hal ini menimbulkan berbagai penyakit yang berhubungan dengan lambung dan usus misalnya tukak lambung, sembelit
c)      Sisitem kekbalan; sel-sel yang menghasilkan system antibody menurun. Terjadi penurunan system kekebalan kemampuan tubuh untuk merespon serangan mikroskopis menuru sehiungga lansia rentang terjadi penyakit.
d)     Sistem kardiovaskuler : elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan darah perifer untuk oksigenasi yang mengakibatkan pusing mendadak. Penurunan kemampuan pembuluh darah untuk berelaksasi dalam mengakomodasi perubahan volume darah, sehingga lansia sering mangalami tekanan darah tinggi.
e)      Sistem Respirasi : otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktifitas silia. Paru-paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, kemampuan batuk menjadi berkurang.
f)       System Sistem otak dan persyarafan : berat otak menurun 10-20% setiap orang berkurangnya sel syaraf otaknya dalam setiap harinya, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi dengan stress. Mengecilnya syaraf panca indera sehingga berkurangnya saraf penglihatan, pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa. Lansia sering mangalami lupa, dimensia dan terjadi penurunan kemampuan belajar,  gangguan depresi, dan penurunan konsentrasi
g)      Sistem endokrin : produksi dari hampir semua hormon menurun. Lansia mengalami perubahan keseimbangan hormon yang diatndai dengan gejala psikologis dan keluhan fisik. Keluhan psikologis yang sering dijumpai adalah mudah tersinggung, apatis, tidak memperhatikan penampilan. Gangguan pada fisik biasanya lansia sulit tidur, beberapa penyakit misalnya diabetus melitus, menopouse dan sebagainya
h)      Sistem genitrourinaria : penyaringan ginjal menurun, kemampuan otot kandung kemih menurun mengakibatkan BAK menjadi sering, pembesaran prostate pada laki-laki dan selaput lendir vagina menurun karena sekresi berkurang.
i)        Sistem musculoskeletal : persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atropi serabut otot sehingga hal tersebut mengakibatkan penurunan ROM (range of motion), penurunan otot terutama ekstremitas.  
j)        Sistem Indera; pendengaran, membran timpani menjadi atropi menyebabkan gangguan kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam.. Sistem penglihatan : sfingter pupil timbul skerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa lebih suram (kekeruhan lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan sinar melihat dalam cahaya gelap.
k)      Sistem intergumen : kulit mengerut dan keriput akibat kehilangan jaringan lemak, menurunnya respon terhadap trauma sehingga bila jatuh mudah terjadi kerusakan integritas kulit.
2)      Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, herediter dan lingkungan.
3)      Perubahan –perubahan psikososial
Kehilangan financial, kehilangan status, kehilangan teman, dan kenalan atau relasi kehilangan kegiatan, merasakan sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup, penyakit kronis dan ketidakmampuan.

4)      Perkembangan spiritual
Menurut Maslow (1970) dalam Wirakusumah (2000) mengemukakan bahwa agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya, lansia makin matur dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
2.5.7        Konsep sehat-sakit pada lansia
Sehat bukan hanya bebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, social dan spiritual. Batasan sehat dapat diartikan bahwa suatu yang sempurna baik secara fisik, mental dan social serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947 dalam  Aziz 2004).














2.5.8 Kerangka Konsep








 



















 Keterangan:
                        : Diteliti                           

                        : Tidak diteliti   
                
Gambar 2.1. Kerangka konsep Hubungan Peran Keluarga Dalam Pengaturan Diit dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia Yang Menderita Diabetes Mellitus


2.6       Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian atau rumusan masalah (Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini diajukan hipotesis penelitian H1 ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada lansia yang menderita diabetes mellitus di RW 07 kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Pandanwangi Kota Malang.

 
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1  Desain Penelitian
Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2003). Desain penelitian adalah seluruh perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan pengantisipasian beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2001).  Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian study korelasional (hubungan / asosiasi). Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel dependen dan independen hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi atau pengukuran  variabel pada satu saat. Artinya subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut (Sastroasmoro dan Ismael, 1995).








3.2  Kerangka  Operasional Penelitian
Kerangka kerja atau kerangka operasional adalah langkah dalam aktivitas ilmiah mulai dari penetapan populasi, sample, dan seterusnya yaitu kegiatan sejak awal penelitian (Nursalam, 2003).
 





 


 






                                                                                                                


 



Pembahasan
 
                                       


 


Gambar 3.2. Kerangka kerja
3.3  Sampling Desain
3.3.1   Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2005).
Populasi adalah objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah 20 orang lansia usia >60 tahun yang menderita penyakit diabetes mellitus di Kelurahan Bale Arjosari RW 07.
3.3.2   Sampel
Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2007). Sampel merupakan sebagian dari sejumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Hidayat, 2007). Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Sampel dalam penelitian ini adalah 20 responden lansia berumur > 60 tahun yang menderita diabetes mellitus di Kelurahan Bale Arjosari RW 07.




3.3.3   Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008).
Pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu suatu teknik penetapan sampling dengan cara menjadikan semua populasi sebagai sampel penelitian.  (Nursalam, 2008).

3.4  Variabel penelitian
  3.4.1 Variabel Independen
   Variable Independen merupakan variable yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya dependen (terikat), (Hidayat, 2007). Variabel independen dalam penelitian ini adalah peran keluarga dalam pengaturan diet.
   3.4.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain. Variabel yang muncul sebagai akibat dari manipulasi-manipulasi lain (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah kepatuhan diet pada lansia yang menderita Diabetes Millitus.



Variabel
Definisi Operasional

    Parameter

Alat Ukur

Skala
Kategori
Variabel Independen: Peran Keluarga dalam pengaturan diet
Keterlibatan keluarga dalam mengatur diet makan pada lansia dengan diabetes mellitus dalam sudut pandang lansia.
Peran keluarga sebagai :
1.      Motivator
2.      Edukator
3.      Fasilitator

Kuesi-oner

Ordinal
Sering sekali =
3
Sering =
2
Kadang-kadang =
1
Tidak pernah=
0
Baik = 76-100%
Cukup= 56-75%
Kurang= < 55%
Variabel Dependen: kepatuhan Diit
Ketaatan lansia dalam menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua yang dilarang dalam program diet  dalam sudut pandang lansia 
Keaatan lansia dalam:
1.membatasi jenis makanan yg harus dihindari.
2.ketepatan waktu makan dan minum obat.

Kuesi-oner

nominal
Patuh =
> 50%
Tidak patuh =
< 50%
Tabel 3.4.3  Definisi Operasional Hubungan Peran Keluarga Dalam Pengaturan Diet Dengan kepatuhan Diet Lansia Yang Menderita Diabetes Mellitus.

3.5                Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1        Lokasi
Lokasi    penelitian  ini   dilaksanakan di Kelurahan Bale Arjosari RW 07 yang berjumlah 20 orang.
3.5.2        Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011.
3.6  Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.6.1    Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2007). Pada penelitian ini pengumpulan data yang di berikan kuisioner kepada setiap responden. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan  yang sebelum pengisian kuisioner dilakukan, menjelaskan terlebih dahulu kepada responden mengenai maksud dan tujuan penelitian.
3.6.2  Proses Pengumpulan Data
            a. Persiapan Perijinan
1.    Peneliti terlebih dahulu mengajukan judul pada institusi pendidikan (STIKes Kendedes).
2.    Institusi pendidikan (STIKes Kendedes) mengajukan permohonan surat ijin penelitian dan studi pendahuluan.
3.    Setelah mendapat ijin dari institusi pendidikan peneliti membawa surat tembusan dari institusi kepada badan Kesbang.
Setelah mendapat surat ijin dari badan Kesbang peneliti membawa surat ke Puskesmas Kelurahan Bale Arjosari Kota Malang.
4.    Peneliti membuat proposal dengan bimbingan dari institusi pendidikan, proposal akan diujikan terlebih dahulu kemudian dilakukan penelitian.
b.   Pelaksanaan
            Cara kerja dan teknik pengumpulan data:
1.    Membuat instrument (kuesioner)
2.    Menyebarkan kuisoner kepada responden
3.    Melakukan scoring dan tabulating data
3.6.3  Instrumen Pengumpulan Data
Jenis pertanyaan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan. Angket yang akan digunakan yaitu angket tertutup atau mudah mengarahkan jawaban responden. Apabila lansia atau keluarga kurang jelas dalam pengisian kuesioner maka akan dibantu oleh peneliti atau enumerator. Uji validitas pada kuisioner didapatkan hasil reability 0,892 dan 0,903. Dengan demikian kuisioner tersebut dinyatakan layak untuk menjadi instrumen penelitian dengan memodifikasi pertanyaan yang tidak valid tanpa diuji ulang.
3.6.4   Pengolahan data
Langkah-langkah pengolahan data: (Hidayat, 2007)
a.    Editing
Setelah mendapat daftar pertanyaan yang sudah diisi diterima kembali, maka perlu dibaca kembali, yang kurang jelas diperbaruhi. Kalau masih ada yang belum sesuai antara jawaban dengan pertanyaan dikembalikan pada responden untuk dilengkapi. Hal-hal yang dilakukan dalam editing, kelengkapan dan kesempurnaan data, yang dengan mengecek kejelasan tulisan dan tulisan mudah dibaca, respon sesuai (Nazir, 2005)
b.    Coding
Memberikan kode jawaban secara angka/kode tertentu sehingga lebih mudah dan sederhana. Adapun penggunaan kode data (√) untuk jawaban yang dipilh pada jawaban dengan pertanyaan bertingkat (Hidayat, 2007 ). Memberikan tanda atau kode berupa angka pada tiap-tiap data untuk mempermudah pengadaan tabulasi dan analisis ( Data coding terlampir ).
c.    Skoring
Skoring adalah memberikan skor terhadap item-item yang perlu diberikan skor (Arikunto, 2002).
1)      Data peran keluarga
Pada penelitian ini peran keluarga dalam pengaturan diet pada lansia yang berskala ordinal untuk jawab sering sekali diberi nilai 3, jawaban sering diberi nilai 2, jawaban kadang - kadang diberi nilai 1, dan jawaban tidak pernah diberi nilai 4, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh prosentase. Rumus yang digunakan adalah :
P =  x 100%
Keterangan :
P          : prosentase
f           : frekuensi jawaban
n          : skor total soal
Dari prosentase diatas selanjutnya ditafsirkan ke dalam skala kualitatif dengan menggunakan skala (Arikunto, 2010) :
Baik, jika didapatkan prosentase 76-100%
Cukup, jika didapatkan prosentase 56-75%
Kurang, jika didapatkan prosentase ≤ 55%
2.) Data kepatuhan diet
Kemudian pada penelitian kepatuhan diet yang berskala nominal untuk jawaban ya bernilai 1 dan tidak nilai 0. Rumus yang digunakan adalah :
P =  x 100%
Dari prosentase diatas selanjutnya ditafsirkan ke dalam skala kualitatif dengan menggunakan skala (Arikunto, 2010) :
Patuh jika didapatkan > 50%
Tidak patuh jika didapatkan < 50%
d.    Tabulating
Yaitu dengan menyusun data dalam bentuk tabel-tabel menggunakan tabel induk (master table) dan tabel frekuensi. Tebel induk berisi semua data yang tersedia secara terperinci. Tebel ini digunakan untuk membuat table lain yang lebih singkat. Tabel frekuensi adalah tabel yang menyajikan berapa kali suatu hal terjadi dan dilanjutkan dengan suatu presentasi sehingga dianamakan table frekuensi relative (Nazir, 2005).
·         Penyajian Data
Data yang ditampilkan dalam penelitian ini menggunakan tabel dan dalam bentuk narasi, Kemudian jumlah responden di interpretasikan dengan menggunakan skala kuantitatif
100%         =  Seluruhnya
76-99%     =  Hampir seluruhnya
55-15 %    =  Sebagaian besar
50%           =  Setengahnya
26-49%      =  Hampir setengahnya
1-25%        =  Sebagian kecil
0%       =  Tidak satupun
3.6.5     Analisa Data
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan peran keluarga dalam pengaturan diet dengan kepatuhan lansia yang menderita DM, maka untuk mendapatkan korelasi antara variable  menggunakan metode analisa data uji chi square.
Rumus:
            

            Keterangan:
X           :dipakai menguji signifikasi perbedaan frekuensi yang      diobservasi dengan frekuensi yang diharapkan
Fo          : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
Fh          : frekuensi yang diharapkan
<            <Apabila ><dari ><perhitungan ><ternyata ><harga ><x><2>< ><ditabel ><sesuai ><dengan ><taraf ><signifikasi ><yang ><ditetapkan, ><sehingga ><ada ><hubungan. ><Tetapi ><apabila ><perhitungan ><nilai ><x><2>< ><lebih ><kecil ><dari ><harga ><kritik ><dalam ><tabel ><menurut ><signifikasi ><yang ><telah ><ditentukan ><berarti ><kesimpulan ><tidak ><ada ><perbedaan ><yang ><diyakinkan ><antara ><Fo ><dan ><Fh ><sehinga ><tidak ><ada ><hubungan ><( Arikunto, ><2006 ).

3.7      Etika Penelitian
Penelitian dengan menggunakan manusia sebagai objek tidak boleh bertentangan dengan etika.
3.7.1    Informed Consent (lembar persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan sebelum dilakukan penelitian ( Aziz, 2007).
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Jika responden penelitian bersedia untuk diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika menolak untuk di teliti maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak – hak responden.
3.7.2    Anonimity (tanpa nama)
Nama responden tidak akan di cantumkan pada lembar kuesioner, dan untuk mengetahui keikutsertaan responden maka peneliti akan memberi kode pada lembar kuesioner.
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner tetapi lembar tersebut tetap diberi kode (Hidayat, 2007).
3.7.3        Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi di jamin oleh peneliti dengan cara hanya menyajikan / melaporkan data tertentu.




BAB 4
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian berikut dengan pembahasan. Data yang disajikan menjadi dua bagian, yaitu data umum dan data khusus. Data umum merupakan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan dan status perkawinan sedangkan data khusus meliputi peran keluarga dalam pengaturan diet dan kepatuhan diet pada lansia yang menderita Diabetes Millitus.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RW 07 kelurahan Bale Arjosari kecamatan Blimbing kota Malang, menggunakan sampel sebanyak 20 responden.
4.2 Data Umum
4.2.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin Responden di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase (%)
Laki-laki
11
55,0
Perempuan
9
45,0
Total
20
100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 dari 20 responden didapatkan bahwa responden sebagian besar adalah laki-laki, sedangkan hampir setengahnya responden perempuan.
4.2.2 Karakteristik Berdasarkan Usia
Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Usia di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

Usia
Frekuensi
Presentase (%)
≤ 70 tahun
6
30,0
71 s/d 80 tahun
3
15,0
≥ 80 tahun
11
55,0
Total
20
100,0

Berdasarkan Tabel 4.2 dari 20 responden didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia lebih dari 80 tahun, kemudian hampir setengahnya responden berusia kurang dari 70 tahun dan sebagian kecil responden berusia antara 71 sampai dengan 80 tahun.
4.2.3  Karakteristik Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Pendidikan di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

Pendidikan
Frekuensi
Presentase (%)
Tidak Sekolah
1
5,0
SD
3
15,0
SMP
7
35,0
SMA
5
25,0
Perguruan Tinggi
4
20,0
Total
20
100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 dari 20 responden didapatkan bahwa hampir setengahnya responden memiliki latar belakang pendidikan SMP dan sebagian kecil responden memiliki latar belakang tidak sekolah, SD, SMA, dan perguruan tinggi.
4.2.4 Karakteristik Berdasarkan Status Perkawinan
Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

Status Perkawinan
Frekuensi
Presentase (%)
Tidak Kawin
3
15,0
Janda/Duda
5
25,0
Kawin
12
60,0
Total
20
100,0


Berdasarkan Tabel 4.4 dari 20 responden didapatkan bahwa sebagian besar menikah, kemudian sebagian kecil responden berstatus janda/duda dan tidak kawin.
4.3  Data Khusus
4.3.1  Peran Keluarga dalam Pengaturan Diet
Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Keluarga di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

Peran Keluarga
Frekuensi
Presentase (%)
Kurang
3
15,0
Cukup
2
10,0
Baik
15
75,0
Total
20
100,0

Berdasarkan Tabel 4.4 dari 20 responden didapatkan bahwa sebagian besar mendapatkan dukungan yang baik dari keluarga untuk melaksanankan program diet, kemudian sebagian kecil responden kurang mendapatkan dukungan keluarga dan mendapatkan cukup dukungan dari keluarga untuk melaksanankan diet.
4.3.2  Kepatuhan Diet Pada Lansia Yang Menderita Diabetes Millitus
Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Diet di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

Kepatuhan Diet
Frekuensi
Presentase (%)
Tidak Patuh
4
20,0
Patuh
16
80,0
Total
20
100,0

Berdasarkan Tabel 4.5 dari 20 responden didapatkan bahwa hampir seluruhnya responden mematuhi program diet, kemudian sebagian kecil tidak mematuhi program diet.
4.4  Hubungan Peran Keluarga Dalam Pengaturan Diet Dengan Kepatuhan Diet Lansia Yang Menderita Diabetes Mellitus Di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.
Tabel 4.6: Tabulasi Silang antara Peran Keluarga dengan Kepatuhan Diet di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.
Peran Keluarga
Kepatuhan Diet
Tidak Patuh
Patuh
F
%
F
%
Kurang
2
10,0
1
5,0
Cukup
1
5,0
1
5,0
Baik
1
5,0
14
70,0

            Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden dengan peran keluarga yang kurang mendukung, mayoritas tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus, kemudian sebagian kecil mematuhi program diet tersebut.
Sebagian kecil responden dengan peran keluarga yang cukup mendukung, memiliki proporsi yang sama antara responden yang patuh dan tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus.
Sebagian besar responden yang mendapatkan dukungan baik dari keluarga, mayoritas mematuhi program diet penyakit Diabetes dan sebagian kecil tidak mematuhi program diet.

4.4.1 Uji Chi-Square (χ2)
Tabel 4.7 : Pengujian Chi-Square  untuk Mengetahui Hubungan Peranan Keluarga dengan Kepatuhan Diet di RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang Tahun 2011.

χ2hitung

Signifikansi

χ2tabel (df=2, α=0,05)

Keputusan

6,875

0,032

5,991

Tolak H0


Pengujian hipotesis pada tabel 4.7 dengan menggunakan uji χ2 ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peranan keluarga dalam mendukung lansia untuk melaksanakan program diet penyakit Diabetes Mellitus dengan kepatuhan lansia program diet. Dengan menggunakan uji χ2 didapatkan nilai χ2hitung  sebesar 6,875 dengan nilai Signifikansi = 0,032, χ2tabel dengan derajat bebas 2 untuk α=0,05 didapatkan nilai 5,991. Langkah selanjutnya dilakukan perbandingan, dimana nilai χ2hitung lebih besar daripada χ2tabel  (6,875 > 5,991), dan selain itu nilai signifikansi < α (0,032 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara peranan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus.

4.2 Pembahasan
  Setelah pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, diolah kemudian diinterpretasikan dan dianalisa sesuai dengan variabel yang diteliti, maka berikut ini pembahasan mengenai variabel tersebut.

4.2.1 Peran Keluarga dalam Pengaturan Diet
Berdasarkan Tabel 4.4 dari 20 responden didapatkan bahwa sebagian besar mendapatkan dukungan yang baik dari keluarga untuk melaksanankan program diet, kemudian sebagian kecil responden kurang mendapatkan dukungan keluarga dan mendapatkan cukup dukungan dari keluarga untuk melaksanankan diet.
Dalam pengertiannya, Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI,1988).
Peran keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit klien. Umumnya keluarga meminta bantuan kepada tenaga kesehatan apabila mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarananya (Bailon dan Maglaya, 1999).
Mematuhi program diet/pola makan adalah hasil dari proses perubahan perilaku. Perilaku yang menetap memerlukan motivasi dan keyakinan yang kuat. Penderita DM mungkin saja memiliki pengetahuan mengenai suatu prosedur pengobatan, tetapi tidak berkemauan dan tidak mampu melaksanakannya karena adanya reaksi negatif terhadap kondisi/cara perawatan penyakit (Smet, 1994)
Menurut peneliti, keluarga adalah hal yang mutlak di miliki oleh setiap seseorang karena dalam keluarga mempunyai system pendonrong atau motivasi tersendiri dalam upaya pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, dalam hal penelitian ini didapatkan hasil bahwa keluarga mempunyai peranan sangat penting dengan mendapatka angka yang cukup memuaskan yaitu dengan presentase (75%) tapi meskipun peneliti berkesimpulan seperti itu tapi tidak memungkiri bahwa masih ada (15%) dari 20 responden yang memiliki peran keluarga kurang tersampaikan pada lansia sebagai respondennya hal ini dimungkinkan karena banyak faktor yang melatarbelakangi angka tersebut antara lain, niat lansia itu sendiri, kurang harmonisnya keluarga, gangguan dari fungsi keluarga pada umumnya.






4.2.2 Kepatuhan Diet Pada Lansia Yang Menderita Diabetes Millitus.
Berdasarkan Tabel 4.5 dari 20 responden didapatkan bahwa hampir seluruhnya responden mematuhi program diet, kemudian sebagian kecil tidak mematuhi program diet.
Menurut Sackett dalam Niven, kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan ( Niven N, 2002). Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat aturan pengobatan yang ditetapkan mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan. Kepatuhan juga merupakan tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet , kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Sikap perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan,identifikasi, kemudian menjadi internalisasi
   Kepatuhan yaitu tingkat/derajat dimana penderita DM mampu melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya (Smet, 1994). Kepatuhan merupakan tingkat dimana perilaku seseorang sesuai dengan saran praktisi kesehatan. Kepatuhan mengacu pada proses dimana seorang penderita DM mampu mengasumsikan dan melaksanakan beberapa tugas yang merupakan bagian dari sebuah regimen terapeutik. Kepatuhan seseorang terhadap suatu regimen terapi bergantung pada berbagai variabel seperti umur, pendidikan, tingkat ekonomi, kompleksitas terapi dan kesesuaian penderita DM dengan program tersebut serta nilai-nilai penderita DM mengenai kesehatan.
Kemampuan penderita DM untuk mengontrol kehidupannya dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan. Seseorang yang berorientasi pada kesehatan cenderung mengadopsi semua kebiasaan yang dapat meningkatkan kesehatan dan menerima regimen yang akan memulihkan kesehatannya. Orang yang melihat penyakit sebagai kelemahan akan menyangkal penyakit atau hadirnya penyakit itu. Pengingkaran ini dapat mempengaruhi terjadinya ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan merupakan salah satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an sudah mulai diteliti di negara-negara industri. Secara umum, ketidakpatuhan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat memperpanjang atau memperburuk penyakit yang sedang diderita (Smet, 1994).
Menurut peneliti, nilai kepetuhan seseorang tergantung dari pada niat dan motivasi lansia sendiri dalam mentaati sesuatu yang telah ditetapkan dalam hal penelitian ini juga memiliki kepatuhan yang dapat dikatakan dalam kategori baik dengan presentase(80%) dari total 20 responden yang diteliti, peneliti berkesimpulan bahwa hal ini terjadi dikarenakan tingkat pengetahuan maupun pendiikan yang memadahi yang bersumber dari berbagai macam sarana pengetahuan baik cetak maupun elektronik tapi sekali lagi peneliti tidak mengingkari bahwa masih adanya (20%) yang mengalami kategori tidak patuh dan peneliti berpendapat bahwa kejadian ketidakpatuhan ini dimungkinkan karena rasa bosan terhadap diit yang di jalani oleh karena itu peran keluarga mengambil peran yang sentral dalam memberikan menu diit yang baik dan beraneka ragam.
.

4.2.3 Hubungan peran keluarga dalam pengaturan diet dengan kepatuhan diet lansia yang menderita diabetes mellitus.
            Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden dengan peran keluarga yang kurang mendukung, mayoritas tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus, kemudian sebagian kecil mematuhi program diet tersebut.
Sebagian kecil responden dengan peran keluarga yang cukup mendukung, memiliki proporsi yang sama antara responden yang patuh dan tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus.
Sebagian besar responden yang mendapatkan dukungan baik dari keluarga, mayoritas mematuhi program diet penyakit Diabetes dan sebagian kecil tidak mematuhi program diet.
Dengan berdasarkan dari data tersebut dapat ditarik suatu pemahaman yang sederhana bahwa dengan menggunakan uji χ2 ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peranan keluarga dalam mendukung lansia untuk melaksanakan program diet penyakit Diabetes Mellitus dengan kepatuhan lansia program diet. Dengan menggunakan uji χ2 didapatkan nilai χ2hitung  sebesar 6,875 dengan nilai Signifikansi = 0,032, χ2tabel dengan derajat bebas 2 untuk α=0,05 didapatkan nilai 5,991. Langkah selanjutnya dilakukan perbandingan, dimana nilai χ2hitung lebih besar daripada χ2tabel  (6,875 > 5,991), dan selain itu nilai signifikansi < α (0,032 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara peranan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus.
Kepatuhan yaitu tingkat/derajat dimana penderita DM mampu melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya (Smet, 1994). Kepatuhan merupakan tingkat dimana perilaku seseorang sesuai dengan saran praktisi kesehatan. Kepatuhan mengacu pada proses dimana seorang penderita DM mampu mengasumsikan dan melaksanakan beberapa tugas yang merupakan bagian dari sebuah regimen terapeutik. Kepatuhan seseorang terhadap suatu regimen terapi bergantung pada berbagai variabel seperti umur, pendidikan, tingkat ekonomi, kompleksitas terapi dan kesesuaian penderita DM dengan program tersebut serta nilai-nilai penderita DM mengenai kesehatan.
Kemampuan penderita DM untuk mengontrol kehidupannya dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan. Seseorang yang berorientasi pada kesehatan cenderung mengadopsi semua kebiasaan yang dapat meningkatkan kesehatan dan menerima regimen yang akan memulihkan kesehatannya. Orang yang melihat penyakit sebagai kelemahan akan menyangkal penyakit atau hadirnya penyakit itu. Pengingkaran ini dapat mempengaruhi terjadinya ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan merupakan salah satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an sudah mulai diteliti di negara-negara industri. Secara umum, ketidakpatuhan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat memperpanjang atau memperburuk penyakit yang sedang diderita (Smet, 1994).
Peran keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit klien. Umumnya keluarga meminta bantuan kepada tenaga kesehatan apabila mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarananya (Bailon dan Maglaya, 1999).
Mematuhi program diet/pola makan adalah hasil dari proses perubahan perilaku. Perilaku yang menetap memerlukan motivasi dan keyakinan yang kuat. Penderita DM mungkin saja memiliki pengetahuan mengenai suatu prosedur pengobatan, tetapi tidak berkemauan dan tidak mampu melaksanakannya karena adanya reaksi negatif terhadap kondisi/cara perawatan penyakit (Smet, 1994).
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa peran keluarga dalam pengaturan diet dengan kepatuhan diet pada lansia yang menderita diabetes militus dan semakin peran, fungsi dan aspek keluarga dalam suatu keluaga dengan anggota keluarga yang sakit tidak mengalami gangguan atau bisa dakatakan dalam keadaan baik maka akan mempengaruhi struktur peran yang diharapkan, pada penelitian ini pengaturan diet pada anggota keluarga yang menderita diabetes militus bisa dikatakan mempunyai peranan yang sangat dalam keadaan pengaturan dietnya. 
Hal ini dapat dilihat dapat diketahui bahwa responden dengan peran keluarga yang kurang mendukung, mayoritas tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus, kemudian sebagian kecil mematuhi program diet tersebut.
Sebagian kecil responden dengan peran keluarga yang cukup mendukung, memiliki proporsi yang sama antara responden yang patuh dan tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus.
Sebagian besar responden yang mendapatkan dukungan baik dari keluarga, mayoritas mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus dan sebagian kecil responden tidak mematuhi program diet.

4.3         Keterbatasan Penelitian
Menurut Nursalam (2008), keterbatasan adalah suatu yang mungkin mengurangi kesimpulan secara umum dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini masih terdapat adanya keterbatasan baik yang berasal dari peneliti sendiri maupun yang dikarenakan oleh masalah teknis yang mempengaruhi  hasil penelitian, keterbatasan tersebut diantaranya adalah:
1.     Belum adanya alat ukur yang terstandart untuk mengukur penelitian sehingga penelitian ini masih menggunakan alat ukur sendiri, alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti sendiri.
2.     Dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti menuntut untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dalam sekali waktu, dengan tingkat kesalahan untuk menduga populasi digunakan tingkat signifikasi (a) sebesar 0,05, sehingga mempengaruhi kesempurnaan kesimpulan penelitian ini.




BAB 5
PENUTUP

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian mengenai hubungan masing-masing variabel yaitu peran keluarga dalam pengaturan diet dan kepatuhan diet lansia yang menderita diabetes militus

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a.         Dari penelitian terhadap  20 responden didapatkan bahwa sebagian besar mendapatkan dukungan yang baik dari keluarga untuk melaksanankan program diet, kemudian sebagian kecil responden kurang mendapatkan dukungan keluarga dan mendapatkan cukup dukungan dari keluarga untuk melaksanankan diet.
b.        Dari penelitian terhadap 20 responden didapatkan bahwa hampir seluruhnya responden mematuhi program diet, kemudian sebagian kecil responden tidak mematuhi program diet.
c.         Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa responden dengan peran keluarga yang kurang mendukung, mayoritas tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus, kemudian sebagian kecil mematuhi program diet tersebut. Sebagian kecil responden dengan peran keluarga yang cukup mendukung, memiliki proporsi yang sama antara responden yang patuh dan tidak mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus, sebagian besar responden yang mendapatkan dukungan baik dari keluarga, mayoritas mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus dan sebagian kecil tidak mematuhi program diet.
d.        Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peranan keluarga dalam mendukung lansia dengan kepatuhan lansia dalam mematuhi program diet penyakit Diabetes Mellitus, hal ini berdasarkan nilai χ2hitung > χ2tabel  (6,875 > 5,991) dan nilai sig < α (0,032 < 0,05).

5.2 Saran
            Berdasarkan hasil penelitian, saran-saran yang dianjurkan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

5.2.1        Bagi Peneliti Berikutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menindaklanjuti dari hasil penelitian ini dengan mencari factor-faktor yang melatarbelakangi lansia dalam kecenderungan ketaatan diet pada lansia diabetes militus

5.2.2        Bagi STIKes Kendedes Malang
Peneliti mengharap agar institusi lebih memperbanyak dan melengkapi literatur-literatur yang dibutuhkan mahasiswa untuk melakukan penelitian. Selain itu, dalam penelitian ini berhubungan dengan aplikasi ilmu dan praktek yang telah didapatkan selama kegiatan belajar mengajar di institusi. Untuk itu, hendaknya institusi semakin
meningkatkan kegiatan praktek di lapangan sehingga mahasiswa benar-benar mendapat banyak pengalaman dan ilmu yang diterima tidak hanya mutlak berdasarkan kepustakaan saja namun aplikatif sehingga mahasiswa benar-benar telah terbekali saat terjun di masyarakat.

5.2.3    Bagi Tempat Penelitian
            Diharapkan pada kelurahan Bale Arjosari mengagendakan tentang peningkatan pelayanan publik dalam kaitannya dunia kesehatan lansia dan berupaya memberikan pendekatan dan penyuluhan tentang pencegahan dan penanganan diabetes militus

5.2.4        Bagi Profesi Bidang Keperawatan
Lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada lansia khususnya dalam pelaksanaan keperawatan gerontik, dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh dan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan keluarga dan peningkatan penatalaksanaan perawatan mandiri keluaga dengan diabetes militus.


DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S. 2007, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Jakarta :    Rineka Cipta..

Azizah, L. 2011. Keperawatan Usia Lanjut. Yogjakarta: Graha Ilmu.

Effendy, N. 1998. Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta; EGC.

Hidayat, A. 2003. Riset Keperawatan Sebuah Karya Tulis Ilmiah.
       Jakarta: Salemba Media.

                    2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Kusuma, R. 1999. Penyakit Kencing Manis Diabetes Melitus, cetakan Kedua.  Jakarta : UI Salemba.

Mickey, S.2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

Notoatmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka     Cipta.

Nugroho, W. 2002. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Nursalam, 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : PT Infomedika.

                  2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitihan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

                 2007, Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Rosenthal, M. 2002. 50 Cara Mencegah dan Menghadapi Stress. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogjakarta : Graha Ilmu.

Smet, 1994. Chronic disease patient knowledge and the effect on the demand for physician service. http:www.academyhealth.org diakses tanggal 16 september 2011.

Sugiyono, 2005. Statistika untuk Penelitian, Bandung : CV Alvabeta.
Suprajitno, 2004. Keperawatan Keluarga. Jakarta, EGC

Vita Y. 2004. Diabetes : Informasi Lengkap Untuk Penderita dan
           Keluarganya. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wise. P. 2002. Mengenal Diabetes, edisi 2. Jakarta : Arcan.




0 komentar: